Oleh Mawar Kusuma Wulan
Lembaga Studi Kesehatan Masyarakat (Lessan) telah menjadi rujukan pemuda dari berbagai negara untuk datang ke Indonesia dan belajar mengenai jamu tradisional secara gratis. Selama 20 tahun terakhir Lesssan aktif mengumpulkan resep pengobatan tradisional berdasarkan kearifan lokal dari penduduk lanjut usia di pedesaan.
Resep mengenai jamu tersebut dibukukan dan dibagikan secara gratis sebagai wahana tukar pengetahuan sekaligus melestarikan resep obat tradisional.
Hingga kini telah terbit tiga buku resep pengobatan tradisional yang dikumpulkan dari 13 dusun di pelosok lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, dan Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Upaya pendokumentasian kekayaan obat tradisional ini telah membawa pendiri Lessan, Heny Yudea (38), sebagai salah satu dari 1.000 Perempuan Perdamaian Dunia pada 2005.
Kantor Lessan di Jalan Kaliurang Nomor 10, Ngaglik, Sleman, sekaligus menjadi toko obat tradisional dan rumah tinggal Heny. Saat berbincang dengan Kompas, dia ditemani oleh Ketua Lessan Dewo Broto (47) dan Ira Tohjoyo (38). Mereka begitu antusias memperbincangkan pelestarian obat tradisional. Menurut istilah mereka, pekerjaan itu tidak ada uangnya dan membutuhkan idealisme tinggi.
Di ruang tamu kantor Lessan, foto-foto para lansia berusia di atas 70 tahun menghiasi seluruh sisi dinding ruangan seluas 20 meter persegi itu. Dari merekalah, Lessan menimba ilmu tentang pemanfaatan obat-obatan tradisional yang kemudian diwariskan kepada warga di dusun lain. Tiap wilayah memiliki keunikan resep tradisional yang cenderung makin hilang karena tak lagi terwariskan kepada generasi muda.
Dikira dukun
Kini 526 petani di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dibina untuk menanam tanaman obat tradisional, 153 di antaranya telah mampu meramu tanaman obat. Mayoritas dari mereka adalah kaum perempuan yang diajak kembali ke pengobatan tradisional. ”Kami prihatin karena citra jamu masih marjinal dan terkesan ilegal, padahal telah ratusan tahun digunakan nenek moyang. Bahkan, kami sempat dikira dukun tiban,” kata Heny, Sabtu (29/8) lalu.
Tak sekadar mendokumentasikan dalam bentuk buku, Heny dan rekan-rekannya juga getol mengampanyekan pemanfaatan obat tradisional kepada masyarakat. Kampanye ini telah menjangkau seluruh warga di kelompok masyarakat yang menjadi binaan Lessan. Beberapa sekolah dasar pun turut menjadi sasaran kampanye.
Heny acap kali diundang menjadi pembicara di berbagai seminar, lembaga pendidikan, gereja, dan organisasi masyarakat di Jerman, Thailand, dan negara lain. Di seminar-seminar tersebut Heny mengenalkan kekayaan hayati Indonesia serta mengampanyekan antipencurian berupa pematenan obat tradisional oleh perusahaan besar. Saat ini sebanyak 42 resep tradisional telah dipatenkan perusahaan di Amerika dan Jepang.